Biodata dan Profil Benyamin Sueb

Biodata dan Profil Benyamin Sueb


Masih ingat dengan serial Si Doel Anak Betawi? Tanpa disangka, pelawak yang menjadi pemeran utama dalam serial tersebut merupakan salah satu musisi yang cukup berpengaruh di Indonesia. Benyamin Sueb, namanya dikenal sebagai komedian, aktor, sutradara, dan penyanyi Indonesia. Ben, begitu panggilan akrabnya, telah menghasilkan lebih dari 75 album musik dan 53 judul film.


Getirnya kehidupan telah ia jalani semenjak kecil. Ayahnya meninggal ketika Ben masih berumur 2 tahun. Umur 3 tahun, Ben diizinkan mengamen ke kampung-kampung untuk biaya sekolah kakak-kakaknya. Menjadi kondektur bis dan berjualan roti dorong pun pernah ia lakukan. Namun meski begitu, ia tak menyerah dengan kehidupan, justru namanya dikenang sebagai seorang entertrainer sejati. Untuk mengenal lebih dalam tentang Benyamin Sueb, mari kita simak ulasan Biodata dan Profil Benyamin Sueb berikut ini.


Biodata dan Profil Benyamin Sueb


Nama Lengkap : Benyamin Sueb
Nama Panggilan : Bang ben, Benyamin S
Tempat Lahir : Batavia, Hindia Belanda
Tanggal Lahir : Minggu, 5 Maret 1939
Agama : Islam
Profesi : Penyanyi, Aktor, dan Pelawak
Tahun Aktif : 1950 – 1995
Pasangan : Hajjah Nonnie (1959 – 7 Juli 1979), Alfiah
Anak dari Nonnie : - Beib Habbani (alm),
- Bob Benito, Biem Triani,
- Beno Rahmat,
- Beni Pandawa
Anak dari Alfiah : - Bayi Nurhayati,
- Billy Sabila,
- Bianca Belladina,
- Belinda Sahadati Amri
Ayah : Sukirman Suaeb
Ibu : Aisyah


Pendidikan

  • Sekolah Rakyat Bendungan Jago Jakarta (1946-1951)
  • SD Santo, Yosef Bandung (1951-1952)
  • SMPN Taman Madya Cikini, Jakarta (1955)
  • SMA Taman Siswa, Jakarta (1958)
  • Akademi Bank Jakarta (Tidak tamat) ; Kursus Lembaga Pembinaan, Perusahaan & Ketatalaksanaan (1960)
  • Latihan Dasar Kemiliteran Kodam V Jaya (1960)
  • Kursus Lembaga Administrasi Negara (1964) 


Pekerjaan

  • Kondektur PPD (1959)
  • Bagian Amunisi Peralatan AD (1959-1960)
  • Bagian Musik Kodam V Jaya (1957-1968)
  • Kepala Bagian Perusahaan Daerah Kriya Jaya (1960-1969)
  • Produser dan Sutradara PT Jiung -Film (1974-1979) 


Penghargaan

  • Piala Citra 1973 dalam film Intan Berduri (Turino Djunaidy, 1972) bersama Rima Melati
  • Piala Citra 1975 dalam film Si Doel Anak Modern (Sjuman Djaya, 1975)
  • Jalan Landas Pacu Kemayoran diubah menjadi namanya. Hal ini menyebabkan nama Jalan atas namanya lebih panjang daripada nama Jalan Engkongnya Haji Ung. 
  • Penghargaan Bintang Budaya Parama Dharma dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di Istana Negara, Jakarta, Selasa, 8 November 2011 


Lebih dekat dengan Benyamin Sueb



Semenjak kecil, Benyamin sudah mencicipi pahitnya kehidupan. Bungsu dari delapan bersaudara ini telah kehilangan sosok ayah sejak berumur dua tahun. Karena kondisi ekonomi keluarga yang tak menentu, Ben di usianya tiga tahun sudah diizinkan mengamen keliling kampung dan hasilnya untuk biaya sekolah kakak-kakaknya.


Ben berkeliling ke tetangga-tetangga menyanyikan tembang Sunda “Ujang-Ujang Nur” sembari berjoget, Orang yang menonton aksinya tersebut dibuatnya tertawa lalu memberikan recehan 5 sen dan kadang sepotong kue sebagai imbalan.


Penampilan dan karakter Ben sejak kecil memang sudah istimewa. Sifatnya yang jahil dan humoris membuatnya disenangi teman-temannya. Bakat seninya juga sudah tampak sejak kecil yang tak lepas dari pengaruh sang kakek. Dua engkong Benyamin, Saiti seorang peniup klarinet, dan Haji Ung seorang pemain Dulmuluk, sebuah teater rakyat.


Sewaktu kecil, Benyamin bersama tujuh kakaknya pernah membuat Orkes Kaleng. Bersama-sama mereka membuat alat musik dari barang bekas. Rebab dibuatnya dari kotak obat, stem bass-nya dari kaleng drum minyak besi, juga keroncong dibuatnya dari bahan kaleng biskuit. Dengan alat musik ciptaannya tersebut, mereka kerap menyanyikan lagu-lagu belanda tempo dulu.


Grup musik Orkes Kaleng yang dibentuk Benyamin ketika berusia enam tahun inilah yang menjadi bibit Benyamin bergelut di dunia seni. Di antara tujuh saudaranya, cuma nama Benyamin yang tercatat memiliki nama besar sebagai seniman Betawi.



Ben menempuh pendidikan dasar di Sekolah Rakyat Bendungan Jago pada umur 7 tahun. Sifatnya yang pemberani, periang, kocak, pintar, dan disiplin, ditambah suaranya yang bagus menjadikannya memiliki banyak teman dan sering ditraktir di sekolahnya.


Semasa naik ke kelas 5, Ben pindah ke SD Santo Yusuf Bandung. Selepas lulus, ia pindah ke Jakarta lagi masuk sekolah menengah di Sekolah Taman Madya Cikini, satu sekolah dengan pelawak Ateng. Di Sekolah Taman Madya, Ben termasuk murid yang nakal. Ia pernah suatu hari melabrak gurunya ketika akan kenaikan kelas. “Kalau gue kagak naik lantaran aljabar, awas!”, ancamnya kepada gurunya.


Lulus dari sekolah menengah, Ben meneruskan SMA di Taman Siswa Kemayoran. Sempat kuliah setahun di Akademi Bank Jakarta, namun tak tamat.


Baru setelah menikahi Nonnie pada tahun 1959, Ben kembali menggeluti dunia musik. Ia bersama dengan teman-teman sekampung di Kemayoran membentuk grup Melodyan Boy. Ben bernyanyi sembari memainkan bongo. Dengan band-nya inilah, Ben menelurkan dua lagu yang masih terkenang hingga kini, “Si Jampang” dan “Nonton Bioskop”.


Mengawali Karier

Soal cita-cita, Ben tak memilikinya secara pasti. tergantung kondisi katanya. Ia pernah menjajal mendaftar buat jadi pilot, namun keinginannya batal lantaran dilarang oleh ibunya. Ia pun lantas memilih untuk jualan roti dorong.


Tahun 1959, sebuah tawaran menghampirinya untuk bekerja di perusahaan bis PPD, ia langsung diterima. Tak ada pilihan lain, katanya. Kerjaan Ben sebagai kondektur bis dengan jalur Lapangan Banteng - Pasar Rumput juga tak lama dijalaninya.


“Habis, gaji tetap belum diterima. Dapat sopir ngajarin korupsi melulu,” akunya. Maksudnya, ongkos penumpang ditarik, namun karcis tidak diberikan. Ben sendiri pada mulanya takut berbuat korupsi, namun si sopir memaksa. Sialnya, aktivitas korupsi-nya tertangkap basah ketika ada razia. Sejak saat itu, Ben tak berani muncul ke pool bis PPD. Kabur, daripada diusut.


Sebelum kiprahnya di dunia seni dimulai, Ben juga sempat menimba ilmu dan bekerja di sejumlah lahan serius, di antaranya:

  • Mengikuti kursus Lembaga Pembinaan Perusahaan dan Pembinaan Ketatalaksanaan (1960),
  • Latihan Dasar Kemiliteran Kodam V Jaya (1960),
  • Kursus Administrasi Negara (1964),
  • Bekerja di Bagian Amunisi Peralatan AD (1959-1960),
  • Bagian Musik Kodam V Jaya (1957), dan
  • Kepala Bagian Perusahaan Daerah Kriya Jaya (1960).


Memasuki Dunia Musik

Kini kita mengenal Benyamin Sueb juga sebagai pemusik yang mengusung unsur humor selain sebagai pelawak. Musik juga menjadi bagian dari kehidupan Benyamin semenjak dirinya diizinkan mengamen di usia yang baru tiga tahun, untuk membiayai kakak-kakaknya sekolah.


Bakat musikalnya terus berkembang sampai ia sempat membentuk Orkes Kaleng bersama tujuh saudaranya saat usia enam tahun. Sejak dulu ia juga dikenal memiliki suara yang bagus. Bakatnya tersebut kemudian dikombinasikan dengan perangainya yang jahil dan humoris menghasilkan karya musik yang didominasi dengan unsur humor.


Awal kesuksesan nama Benyamin Sueb sebagai musisi bermula ketika dirinya bergabung dengan grup Gambang Kromong Naga Mustika pada tahun 1970-an. Grup yang berdomisili di Cengkareng inilah yang kemudian menghantarkan nama Benyamin semakin berkibar sebagai salah satu musisi yang cukup berpengaruh di Indonesia. Grup musik Naga Mustika ini juga merekrut Ida Royani sebagai rekan duet Benyamin. Seiring perjalanannya, duet Ben dan Ida ini kemudian menjadi duet penyanyi paling populer di Indonesia pada masanya. Lagu-lagu yang mereka bawakan sukses berat, ketenarannya bahkan mampu menyaingi salah satu penyanyi yang lagi naik daun waktu itu, Lilis Suryani.


Orkes Gambang Kromong Naga Mustika didasari dengan konsep bermusik gambang kromong modern. Komponen musik modern seperti organ, gitar elektrik, dan bass, dipadukan dengan alat musik tradisional semacam gambang, gendang, kecrek, gong, serta suling bambu.


Sehabis Orde Lama tumbang yang ditunjukkan dengan hadirnya Soeharto sebagai presiden kedua Indonesia, musik gambang kromong semakin menunjukkan jati dirinya. Lagu-lagunya keras di pasaran, termasuk lagu “Si Jampang” (1969) dan “Ondel-Ondel” (1971).


Tak cuma sampai di situ, lagu-lagu lainnya pun juga berjaya, tak cuma di Betawi, namun hingga me-nasional. Lagu-lagu seperti “Kompor Mleduk”, “Tukang Garem”, dan Nyai Dasimah”, turut mendominasi belantika musik Indonesia pada masanya. Terlebih ketika Benyamin berduet dengan Bing Slamet membawakan lagu “Nonton Bioskop”, nama Benyamin Sueb menjadi jaminan kesuksesan lagu yang akan ia bawakan.


Tahun 1972, Ida Royani hijrah ke Malaysia, Benyamin lantas mencari pengganti Ida sebagai rekan duet-nya. Ia menngaet Inneke Koesoemawati dan berhasil merilis beberapa album, di antaranya Nenamu dengan tembang andalan “Djanda Kembang”, “Semut Djepang”, “Sekretaris”, “Penganten Baru”, dan “Pelajan Toko”.


Kontribusi Seni



Dengan popularitasnya di dunia musik, Ben juga memperoleh kesempatan buat main film yang kesempatan itu tak disia-siakannya. Melalui beberapa filmnya, seperti: Banteng Betawi (1971), Biang Kerok (1972), Si Doel Anak Betawi, serta Intan Berduri (1972), yang disutradarai Sjumanjaya, namanya semakin berkibar.


Lewat film Intan Berduri, Benyamin Sueb memperoleh piala Citra sebagai Pemeran Utama Terbaik.


Dalam bidang musik, Ben merupakan seorang seniman yang begitu berjasa dalam mengenalkan dan mengembangkan seni tradisional betawi, khususnya seni gambang kromong yang mempopulerkan namanya,


Tahun 1960, presiden pertama Indonesia, Soekarno, melancarkan politik anti budaya asing dan melarang diputarnya lagu-lagu asing di Indonesia. Tentu, kebijakan tersebut sempat menghambat kreativitas musisi Tanah Air. Namun rupanya, hal tersebut sama sekali tak mengganggu karier musik Benyamin. Dengan kecerdikannya, Ben justru menyuguhkan musik gambang kromong yang dipadukan dengan alat musik modern.


Akhir Hayat Benyamin Sueb



Di akhir hayatnya, Ben masih bersentuhan dengan dunia hiburan. Selain bermain di sinetron atau film di televisi (waktu itu film Mat Beken dan Si Doel Anak Sekolahan), ia masih merilis album terakhirnya dengan grup rock Al-Hajj bersama keenan Nasution. Lagu “Biang Kerok” dan “Dingin-Dingin” menjadi andalan band tersebut.


Benyamin Sueb yang telah 14 kali menunaikan ibadah haji ini menghembuskan nafas terakhirnya setelah koma selama beberapa hari seusai bermain sepak bola pada tanggal 5 September 1995. Kematiannya itu divonis akibat serangan jantung.


Jenazah Benyamin lalu dikebumikan di TPU Karet Bivak, Jakarta, sesuai dengan wasiat yang dituliskannya untuk dimakamkan bersandingan dengan makam Bing Slamet yang ia anggap sebagai guru, teman, dan sosok yang mempengaruhi hidupnya.


Tiga bulan setelah kepergiannya, pada tanggal 6 Desember 1995, pemerintah DKI Jakarta mengabadikan nama Benyamin Sueb menjadi sebuah nama jalan di daerah Kemayoran.


Bens Radio 106.2 FM



Di tahun 1990, tanggal 5 Maret, Ben mendirikan sebuah stasiun radio yang ia beri nama Bens Radio FM. Bens Radio merupakan unit Enikom Network dengan format radio etnik, yaitu radio yang menggali potensi budaya, khususnya Betawi. Diharapkan dengan begitu para pendengar dapat merasakan budayanya sendiri, berkesenian dengan tradisinya sendiri, dan berbicara dengan bahasanya sendiri.


Budaya dan etnik Betawi senantiasa dan terus beradaptasi dengan perkembangan zaman, seiring dengan perubahan karakter masyarakat, percepatan teknologi, serta gaya hidup. Program radio etnik dikemas dengan balutan kreatif budaya masa lalu, sekarang, hingga masa yang akan datang.

Load comments