Sejarah Singkat Kota Bekasi

Sejarah Singkat Kota Bekasi


Dayeuh Sundasembawa atau Jayagiri, itulah sebutan Bekasi tempo dulu sebagai Ibukota Kerajaan Tarumanagara (358-669). Luas Kerajaan ini mencakup wilayah Bekasi, Sunda Kelapa, Depok, Cibinong, Bogor hingga ke wilayah Sungai Cimanuk di Indramayu. Menurut para ahli sejarah dan fisiologi, leatak Dayeuh Sundasembawa atau Jayagiri sebagai Ibukota Tarumanagara adalah di wilayah Bekasi sekarang. Dayeuh Sundasembawa inilah daerah asal Maharaja Tarusbawa (669-723 M) pendiri Kerajaan Sunda dan seterusnya menurunkan Raja-Raja Sunda sampai generasi ke-40 yaitu Ratu Ragumulya (1567-1579 M) Raja Kerajaan Sunda (disebut pula Kerajaan Pajajaran) yang terakhir.


Bekasi memiliki riwayat panjang, termasuk pada era prakemerdekaan Indonesia. Berikut sejarah singkat Kota Bekasi, mulai era kolonialisme hingga saat ini.


Tahun 1860-an hingga 1942

Saat itu Bekasi, bersama Cikarang, Meester Cornelisdan Kebayuran berstatus distrik atau kewedanaan dari Adfeeling Meester Cornelis, Residensi Batavia.


Sebagian besar tanah di Bekasi disewa secara partikelir kepada tuan tanah berbangsa Eropa atau Cina. Sikap tuan tanah yang cenderung menindas rakyat menimbulkan pemberontakan rakyat Bekasi. Itu terjadi di Tambun pada 1869, menewaskan C.E. Kujper, sorang asisten residen Meester Cornelis dan Kepala Kepolisian Bekasi F. Maijer.


Para masyarakat yang terbukti memberontak, mesti menjalani hukuman gantung. Itu terjadi di Alun-alun Bekasi pada 1870. Eksekusi itu dipertontonkan kepada masyarakat.


Mulai 1912, masyarakat Bekasi menyalurkan perlawanan kepada kolonialisme melalui Sarekat Islam. Melalui organisasi ini, masyarakat Bekasi melancarkan protes dan mogok kerja. Tuan tanah tetap lalim kepada masyarakat hingga Belanda angkat kaki pada 1942.


Tahun 1942 Sampai 1945

Kehadiran Jepang di Bekasi disambut antusias masyarakat. Mereka menanggap Jepang sebagai ‘saudara tua’, padahal kenyataannya tak semanis itu.


Dua pekan setelah menapakkan kaki di Bekasi, Jepang mengeksekusi mati warga Bekasi bernama Mahbub di Alun-alun Bekasi.


Penindasan tak berhenti ketika Belanda pergi, Jepang seakan melanjutkan peran itu.


Saat itu masyarakat memiliki banyak wadah untuk berjuang, contohya Hizbullah. Bekasi pun memiliki peran strategis pada sejarah Indonesia.


Sebagai contoh, pada 16 Agustus 1945, sehari sebelum proklamasi, pejuang Bekasi teribat pada pengawalan dan pengamanan penculikan Soekarno dari Jakarta ke Rengasdengklok, Karawang.


Saat proklamasi dibacakan oleh Soekarno, beberapa pemuda Bekasi hadir, di antaranya Madmuin Hasibuan dan Yakub Gani.


Pada masa revolusi, Bekasi merupakan kewedanaan, bagian dari Kabupaten Jatinegara, Kerisedenan Jakarta, Jawa Barat.


Kewedanaan Bekasi membawahi Kecamatan Bekasi, Cibitung dan Cilincing.


Jepang dibuat ketar-ketir oleh semangat juang pemuda Bekasi, pada 19 Oktober 1945, 90 tentara Jepang dibunuh oleh para pejuan di Stasiun Bekasi sampai Kali Bekasi.


Pada 1946, Bekasi menjadi medan tempur yang sengit, terlebih Jenderal Besar Soedirman mengirim ratusan pasukan dan persenjataan dari Jabar untuk mempertahankan Bekasi.


Revolusi menuntut pembentukan NKRI

Masyarakat Bekasi menolak gagasan Negara Pasundan dan Distrik Federal Jakarta, mereka cenderung kepada pembentukan NKRI secara utuh.


Pada KMB, Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia. Saat itu di Bekasi, tepatnya di Gedung Papak, samping kantor Disdukcapil, pemuda Bekasi menurunan bendera Belanda, dan menaikkan bendera Indonesia.


Pada 1950-an, di Alun-alun Bekasi berkumpul puluhan ribu masyarakat Bekasi, mereka tidak mengakui pemerintahan selain NKRI. Mereka juga menuntut perubahan nama Kabupaten Jatinegara menjadi Kabupaten Bekasi.


Itu terealisasi pada 15 Agustus 1950, Kabupaten Jatinegara resmi menjadi Kabupaten Bekasi. Pada 1955 masyarakat Bekasi mengikuti pemilu.


Pusat pemerintahan berpindah, dari Jatinegara ke Jalan Ir. Juanda, Bekasi Timur pada 2 April 1960.


Pada 1976, Cakung, Cilincing dan sebagian Pondek Gede dimasukkan ke wilayah DKI Jakarta.


Menjadi kota administratif, lalu kota madya

Pada awal 1980-an, Kabupaten Bekasi berpenduduk 400 ribu jiwa, dengan sebaran di pusat kota sekira 200 jiwa.


Pada 12 Desember 1981, terbit PP Nomor 48 Tahun 1981 tentang pembentukan Kota Administratif (Kotif) Bekasi. Kotif resmi terbentuk 20 April 1982, pada tahun yang sama, Kantor Pemkab Bekasi pindah ke Jalan Ahmad Yani (gedung pemkot sekarang), sementara di Jalan Juanda, tempat pemerinahan Kotif Bekasi.


Perkembangan Bekasi yang pesat membuat Mendagri Yogie Suardi Memet menerbitkan SK Mendagri 131.34/139/1997 tentang Pembentukan Kota Madya Dati II Bekasi.


Saat itu jumlah kecamatan di Kota Bekasi masih berjumlah 7, dengan 1 kecamatan pembantu.


Sumber :

https://bekasi.pojoksatu.id/baca/sejarah-singkat-kota-bekasi-mulai-era-kolonial-hingga-pembentukan-kota


Load comments